Museum alas trik

Sejarah singkat

Berdasarkan wawancara dari selaku petugas museum  bahwa museum ini dibangun sejak tahun 2018 dan diresminkan oleh M. Ali. Ridho selaku kepala desa setempat pada tanggal 1 September 2019 bertepatan dengan tahun baru islam 1441 H. Museum ini dibangun karena dilatar belakangi oleh munculnya temuan demi temuan di beberapa desa yang diduga kuat sebagai pemukiman awal Kerajaan Majapahit di Alase Wong Trik, oleh karenanya membuat beberapa orang anggota Komunitas Pecinta Sejarah dan Budaya yang aktif tergerak dalam uri-uri di bekas Majapahit ini berpikir untuk mencari sebuah tempat yang bisa menampung artefak-artefak yang selama ini disimpan di beberapa tempat.

Museum Alas Trik

Museum ini banyak menyimpan benda-benda kuno peninggalan Kerajaan Majapahit pada jamannya seperti batu pecahan lesung, batu pipisan, batu umpak, batu pancuran (Jaladwara), pecahan terakotta, gerabah, keramaik Cina, dan masih banyak lainnya.

Museum MPU Purwa

Museum Mpu Purwa merupakan sebuah institusi budaya yang menghidupkan kembali warisan sejarah, seni, dan kebudayaan Jawa Timur. Terletak di Kota malang museum Mpu Purwa ini menjadi rumah bagi beragam artefak-artefak sejarah yang mencerminkan kekayaan dan kebudayaan Jawa Timur. Pengunjung akan di sambut dengan koleksi yang mencakup seni lukis, patung, alat musik tradisional, benda-benda sejarah lainnya dan diorama yang menceritakan kisah dari sang pendiri Wangsa Rajasa, Ken Arok dan istrinya yaitu Ken Dedes yang memperkaya pengunjung dengan narasi visual yang mendalam. Melalui koleksinya yang kaya dan represntatif, Museum Mpu Purwa mampu menjadi cerminan autentik dari kekayaan budaya Jawa Timur.

Prasasti Dinoyo

Prasasti Dinoyo 2 merupakan salah satu prasasti yang terbuat dari bahan bantu andesit abu-abu kehitaman. Prasasti Dinoyo 2 memiliki ukuran panjang 75 cm, lebar 57 cm, dan tebal 30 cm. Bahasa yang digunakan dalam prasasti Dinoyo 2 ini adalah Bahasa Jawa Kuno. Prasasti Dinoyo 2 dikeluarkan karena adanya hubungan tanah perdikan (secara umum berkaitan dengan tempat-tempat suci keagamaan atau balas jasa raja kepada seseorang yang dinilai berjasa terhadap kerajaan. Dan tanah perdikan ini dibebaskan dari kewajiban penyerahan hasil bumi dan tenaga kerja) dari Dan Hwan (istilah sekarang adalah pemilik peternakan kambing atau sapi) di wilayah Hujang, yang dihibahkan kepada seorang Dan Hyang Guru bernama Candik. Diduga sawah yang dihibahkan guna kelangsungan pertapaan yang dikelola oleh Dan Hyang Guru.

Prasasti Dinoyo 2 ditulis pada tanggal 8 paro petang hari mawulu umanis aditya bulan swarna tahun 820 saka (2 Juli 898 M). Akan tetapi sebelumnya tanah perdikan tersebut sudah pernah diwariskan oleh pendahulunya, dengan ketetapan tanggal 8 paro terang hari wau manis wrhsdpsti bulan magha tahun 773 saka (15 Januari 851 Masehi). Sesuai dengan pertanggalan diatas diketahui bahwa pada saat itu berlangsungnya masa pemerintahan Kerajaan Medang di Jawa Tengah dan tahun 851 Masehi bertepatan pada masa pemerintahan Rakai Pikatan Dyah Saladu yang mulai memerintah pada tahun 846, sedangkan tahun 898 Masehi bertepatan pada masa pemerintahan Rakai Watukura Dyah Balitung.

 

Prasasti Kanurahan

Prasasti Kanuruhan merupakan salah satu prasasti yang unik karena menyatu dengan arca karena prasasti ini dipahatkan dibelakang sandaran arca Ganesha Bunulrejo. Arca Ganesha digambarkan dengan posisi duduk diatas tempat duduk yang berupa teratai merah (Padmasana), pada bagian leher dan kepala hilang dan dua tangan belakang serta dua telapak tangan depan hilang serta belali juga hilang. Arca Ganesha ini berukuran panjang 101,5 cm, lebar 74 cm, dan tinggi 19,5 cm. Sedangkan prasasti Kanuruhan yang ditulis dibelakang arca Ganesha Bunulrejo ini menggunakan huruf dan bahasa Jawa Kuno. Isi dari prasasati Kanuruhan disebutkan bahwa Rakyan Kanuruhan Dyah Mungpah menganugerahkan sebidang sawah yang masuk diwilayah Kanuruhan kepada Sang Bunul. Pemberian tersebut dimaksudkan bahwa Sang Bunul untuk dibuat taman bunga lengkap dengan pertirthaanya. Peristiwa inilah diperingati dalam Prasasti Kanuruhan yang berangka tahun 856 Saka (4-7 Januari 935 Masehi).

Untuk saat ini lokasi tepatnya taman bunga itu tidak mudah untuk diketahui, akan tetapi bekas tempat arca Ganesha dulu berada terdapat situs petirtaan yang menurut penduduk setempat berukuran 12 x 12 Meter dengan bermata air dari sekitarnya dan disalurkan melalui dwarajala. Namun kini situs tersebut hilang karena diuruk dengan tanah pada sekitar tahun 1960an oleh pemilik tanah.

Arca Tokoh Pertapa

Arca tokoh pertap ini dikatakan istimewa karena penggambaran tokoh siwa dari sebuh pertapaan, dan yang menarik perhatian dari arca tokoh pertapa ini adalag adanya senjata keris yang diselipkan dibelakang pinggang sehingga mirip dengan tokoh pada tradisi masayrakat Bali. Dlihat dari posisi duduknya yang bersimpuh diduga bahwa arca tokoh pertapa ini merupakan gambaran diri tokoh dalam sebuh pertapaan mungkin dapat disebut dari sosok “kaki” siwa dan dari suatu mandala kadewaguruan atau asrama kependetan. Arca ini bermaterial batu andesit dengan ukuran tinggi 44 cm, lebar 25 cm, dan tebal 16 cm. Arca ini ditemukan di Gereja Kayutangan Kota Malang.

Arca Ganesha Tikus

Arca ganesha tikus merupakan satu-satunya arca di Indonesia. Arca ganesha tikus ini menggambarkan sang siwa yang mengendarai wahana tikus yang berukuran kecil, yang mana ganesha ini digambarkan sedang duduk diatas musaka seekor tikus kecil. Arca Ganesha tikus diatas digambarkan duduk seperti bayi dengan badan sangat buntak atau tambun, sehingga kelihatan lucu namun raut wajahnya tampak garang. Pada bagian kepala memakai mahkota dari rambutnya yang disanggul (Jatamakuta). Tangan empat buah (Catubhuja), tangan bagian kanan belakang membawa kapak (parasu), tangan kiri belakang membawa tasbih (akasmala), tangan kanan depan aus (susut karena tergosok), kemudian tangan kiri depan membawa mangkuk (modaka) namun telapak tangan ini pun aus (susut karena tergosok). Arca ini diyakini arca buatan pada masa Kerajaan Kadiri karena gaya pahatan dan ciri samboghakaya (baju mewah) masa Kerajaan Kadiri nampak dengan kemewahan yang dipakai patung Ganesha Tikus ini.

Arca ganesha tikus ini bermaterial batu andesit dan memiliki ukuran tinggi 3 cm, lebar 24 cm, dan tebalnya 22,5 cm. Arca ganesha yang menunggani tikus ini memiliki filosofis tersendiri, tikus atau musaka artinya mencuri atau bisa dibilang suatu ego atau keakuan yang bisa menghancurkan diri. Jadi tikus yang ditunggai ganesha ini menggambarkan bahwa ego atau keakuan itu dikendalikan oleh dewa akal pikiran yaitu ganesha. Hal ini menjadi falsafah hidup tersendiri bagi manusia.

Lembuh Nandi

Berbahan material batu andesit memiliki ukuran tingg 40 cm, lebar 71,5 cm dan tebal 32 cm. Lembu nandi ini digambarkan dengan posisi rebah ke tanah (njerum). Lembu nandi merupakan wahana dari dewa siwa dalam bentuknya yang teriomorpic (hewan). Lembu nandi dianggap suci dan tidak ada kuil siwa yang tanpa Nandi didepannya. Pemujaan binatang lembu di India sudah berlangsung cukup lama dan ini tentunya berkaitan dengan fungsi lembu dalam kehidupan masyarakat. Terdapat 5 kegunaan dari lembu yang menjadikan lembu ini sebagai objek pujaan yakni dagingnya untuk korban, kulitnya disanak untuk sampul kitab, susunya untuk diminum, tenaganya untuk membajak sawah, dan kotorannya untuk tungku.

Dewi Kesuburan (Sri/Laksmi)

Bermaterial batu andesit dengan ukuran tinggi 140 cm, lebar 59cm, dan tinggi 39 cm. Ditemukan di Jl Muharto G. VVI RT 13 RW 07 Keluraha Jodipan Malang. Dewi Kesuburan ini digambarkan dengan posisi berdiri tegak lurus (smabhangga). Kedua tangan dengan sikap memegang buah dada (stanadwayamudra), yang merupakan jalan air atau pancuran. Arca dewi ini berhubungan dengan partirthan dan arca pancuran semacam ini penggambaran dewi laksmi. Tokoh yang selalu berhubungan dengan air suci (amerta) adalak Laksi yaitu istri Wisnu. Dalam suatu riwayat samodramanthana disebutkan bahwa salah satu yang keluar dari lautan susu (ksirarnawa) adalah Laksmi. Karena patirthan umunya dibangun berhubungan erat dengan kepercayaan terhadap air suci (amerta) maka dewi yang berhubungan dengan air suci tidak lain adalah Laksmi.

Scroll to Top